Yang Saya Inginkan

Jadi, sudah pada nonton Doctor Strange belum? Masa sih belum? Sama dong kita. Hehe. Memangnya film apa yang terakhir kali kalian tonton? Ben Hur? Warkop DKI Reborn? Ghostbuster? atau malah My Stupid Bos? Hmm.. Kalau saya nih ya, film terakhir yang saya tonton itu AADC2. Hahaha. Berarti sudah sekitar 7 bulan saya tidak nonton di bioskop. Bukan cuma nonton, saya juga sudah jarang hangout bareng temen, sudah jarang jalan-jalan, bahkan untuk sekadar duduk anteng di rumah nonton TV atau baca buku pun sudah jarang banget.

Tahun ini saya jadi manusia super sibuk. Setidaknya sibuk untuk ukuran saya, terutama bila dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Alasannya apalagi kalau bukan karena untuk mengembangkan Nella Fantasia. Jaman pas masih kerja kantoran dulu, saya terbiasa tidur jam 9 atau 10. Kalau sekarang, tidur jam 12 malam itu terhitung cepat. Biasanya jam 2 pagi. Nanti jam 7 paginya saya harus sudah ada di percetakan, ngeprint printable dagangan saya, yang mana artinya jam setengah enamnya harus sudah bangun. Saya sengaja memilih jam segitu agar tidak antre. Kalau datang di jam-jam awal percetakan buka, saya mungkin bisa selesai sekitar setengah jam saja. Enak, tidak antre. Tapi kalau sudah siang dan ramai, beuhhh, bisa sampai 2 jam. Boros waktu.

Di pagi hari, begitu bangun, saya akan bikin kopi lalu menikmatinya sambil ngecek handphone. Ngecek handphone bukan untuk berselancar main-main sosmed atau baca berita, tetapi membalas chat yang masuk ketika saya tidur dan upload foto dagangan di IG. Ini rutinitas pertama yang biasanya saya lakukan. Tentu bisa berubah bila ada pesanan antar balon pagi-pagi atau kegiatan lainnya, tapi rata-rata, ya, begini ini.

Sepulangnya dari mencetak printable, saya akan langsung memotong-motong printable tersebut sesuai dengan kebutuhan. Seringkali harus diselingin antar balon ke sana-ke mari, jadi tidak mungkin bisa anteng seharian di rumah. Hari jadi terasa cepat sekali, tau-tau langit sudah gelap. Di malam harinya, jadwal utama saya adalah mendesain pesanan printable. Dan, ya, tentu diselingi antar-antar pesanan balon. Juga diselingin balas chat dan upload foto dagangan. Oh ya, hampir lupa, belum lagi kalau ada jadwal dekor atau ketemuan dengan anak-anak AWAN. Wah, makin padat merayap deh tuh hari-hari saya. 24 jam terasa sangat sedikit sekali akhir-akhir ini.

Bohong sekali kalau saya bilang tidak istirahat. Saya rehat kurang lebih 1.5 jam, ketika makan siang sekitar jam 1 dan ketika makan malam, biasanya jam 6 atau 7. Habis makan, tidak langsung kerja. Saya bersenang-senang di sosial media dulu atau menyelesaikan film HBO. Yaa kan biasanya film di HBO sekitar 1,5 jam tuh. Nah kalau jam makan siangnya pas ada film yang baru mulai, ya sekalian saya selesaikan dulu deh itu film, baru ntar lanjut kerja. Hiburan saya lainnya adalah nonton Inter. Saya berusaha untuk nonton semua pertandingan musim ini.

Paragraf di atas benar-benar telah merangkum kegiatan hiburan saya di tahun ini, tahun pertama saya mulai mencoba berdagang. Hiburannya cuma di sosmed, Inter, dan nonton TV di rumah. Dan hitungan durasinya singkat-singkat serta tidak tentu. Kadang bisa, kadang enggak, kadang bisa lebih lama, kadang hanya 5-10 menit saja. Sesempatnya. Itu berlaku hampir setiap hari, tidak peduli tanggal merah. Bahkan kalau akhir pekan jadi lebih sibuk. Orang-orang kan pada ngerayain ultah atau pesta di hari libur biasanya, jadi ketika di akhir pekan atau tanggal merah, ketika teman-teman lain pada berleha ria, saya malah lagi sibuk-sibuknya.

Saya tidak sedang mencoba terlihat paling sibuk atau paling gagah. Tidak. Tidak sama sekali. Saya juga tidak sedang mencoba terlihat paling keren. Lho, ini justru tidak keren sama sekali. Ketika teman-teman saya mulai settle dengan pekerjaan dan hidupnya, saya malah terkesan baru memulai. Hellaawww, selama ini saya ke mana aja ya? Haha. Entahlah. Tapi yang pasti saya sangat amat menikmati.

Saya sadar keputusan yang saya ambil akan menimbulkan pernak-pernik kehidupan yang macam gini, dan saya sudah siap menjalani. Saya selalu mencoba fokus. Sangat fokus. Saya tidak pedulikan hal lain, apapun itu, selain terus tekun dengan bisnis saya. Fokus dan tekun dalam artian, saya tidak segan mengurangi waktu bermain dan mengurangi budget main-main, untuk hanya dialihkan ke bisnis. Untuk memutar uang.

Hal ini, saya sadari betul, telah membentuk diri saya menjadi orang yang kaku. Kaku terhadap diri sendiri dan orang lain. Ke orang tua, misalnya, saya jadi tidak lagi fleksible menuruti keinginan mereka untuk diantar-jemput. Saya jadi orang yang sulit diajak ngapa-ngapain yang tidak terencana. Semua-mua harus terencana. Terencana jauh-jauh hari. Saya sih sebetulnya pingin orang-orang pada memahami bahwa waktu saya sekarang sangat berharga. Dibanding melakukan hal-hal yang tidak penting, Yang tidak jelas tujuannya, yang tidak menghasilkan, lebih baik saya menyelesaikan pekerjaan saya. Itulah mengapa saya juga jadi jarang ngumpul bareng teman-teman atau sekadar nonton bioskop. Fiuh. Ya, saya juga masih pingin main, anter-anter orang tua, lehaleha di rumah, dan barang tentu sudah menyempatkan waktu untuk itu semua, tapi bukan berarti bisa seenaknya mengganti jadwal. Jadwal kerja, ya kerja. Main, ya main.

Ketika bertemu dengan orang lain terkait pekerjaan, saya juga jadi otomatis berusaha seefisien mungkin. Kalau bisa via chat, ya ga perlu ketemu. Dan kalau ketemu tapi ternyata lawan bicara saya tidak fokus, ya lebih baik tidak udah dilanjutkan. Kalau kebetulan saya bertemu dengan dua orang, dan ternyata yang satu orang sangat tidak fokus, saya akan langsung fokus ke satu orang saja. Saya tidak bisa mentolelir orang-orang yang menyia-nyiakan kesempatan berbagi waktu dengan saya. Saya tidak punya waktu untuk orang seperti itu.

Tidak baik, mungkin, tapi inilah jalan yang saya ambil. Ketika bekerja, ya bekerja. Ketika bermain, ya bermain. Saya bisa tidak mencampuradukan keduanya. Saya bisa karena dulu saya pernah bekerja di bawah orang lain. Bekerja untuk orang lain. Saya banyak belajar di dunia korporasi walaupun kinerja saya tidak bagus-bagus amat. Sekarang saya tahu betul, kenapa seseorang butuh punya pengalaman kerja. Kini saya akan selalu memberi saran orang-orang untuk bekerja dulu dengan orang lain, bekerja sebagai bawahan/karyawan, baru setelah itu memulai usaha pribadi. Tidak semua kita diberi talenta berlebih, tapi kita semua punya kesempatan yang sama untuk belajar. Kalau mau ya, tapi. Jadi lebih baik kamu bekerja dengan orang lain dulu, baru setelah itu silakan buka usaha pribadi. Ini juga terkait mengumpulkan modal usaha. Tidak semua orang dilahirkan dari orang tua kaya raya, jadi jalan satu-satunya ya bekerja di tempat orang lain untuk ngumpulin uang.

Kenapa sih harus banget punya pengalaman kerja? Hal paling mendasarnya begini, bekerja itu berbeda dengan sekolah atau kuliah. Di dunia pendidikan, kamu lebih banyak difasilitasi. Banyak dibimbing. Sedangkan di dunia kerja, kamu harus lebih banyak inisiatif. Di dalam kelas, guru atau dosen akan memberimu kesempatan untuk bertanya atau memberi pendapat. Berbeda dengan dunia kerja, kalau kamu tidak inisiatif bertanya, memberi tanggapan, atau usul, ya kamu dianggap tidak aktif atau tidak memberi sumbangsih, walaupun sebetulnya ada banyak hal yang ingin kamu sampaikan. Jadi sia-sia saja kamu ngedumel-dumel, “Duh, gue ga dianggep nih. Gak ditanya sama sekali.” Ya karena memang begitulah dunia kerja, dan kamu tidak akan tahu ada hal semacam itu bila tidak mencoba bekerja. Lalu apa kaitannya dengan membangun usaha pribadi? Ya kaitannya adalah kamu jadinya tahu bahwa inisiatif itu penting. Kamu terlatih menjadi orang yang penuh inisiatif dan gesit dalam berpikir serta bertindak. Di bisnis pribadimu, kamu tidak menunggu perintah siapa-siapa kan? Semuamuanya berawal dari keputusanmu sendiri.

Waduh, kok jadi melebar ke mana-mana ya. Haha. Ya udahlah ya, gapapa. Balik lagi ke topik keseharian saya yang lagaknya sok sibuk itu. Yap, waktu saya tidak selonggar kebanyakan teman-teman saya saat ini. Budget hura-hura pun sama. Jadi bagi teman-teman sekalian atau siapapun itu mohon maklumnya ya. Eh, enggak deng, saya tidak minta pemakluman. Ini lebih kepada, ini lho cara main saya sekarang. Jadi yang merasa hendak buang-buang waktu, ya maap-maap aja kalau tidak saya tanggapi.  Saya tidak ada waktu untuk deramah. Saya sedang kejar tayang mengejar cita-cita.

Ejieee, cita-cita. Gaya. Haha. Ngomong-ngomong, cita-cita kalian apa sih? Bekerja, menikah, dan hidup bahagia? Cakepp.

Pernah tidak kalian merasa sedih melihat pemulung atau gelandangan di pinggir jalan? Pernah tidak kalian merasa sedih karena tidak mampu berbuat banyak untuk saudara-saudara kalian yang hidupnya tidak sebaik kalian? Entah kenapa saya sering banget sedih melihat yang seperti itu. Sampai mau nangis. Ini beneran lho. Saya suka ngelus-ngelus dada kalau liat bocah kecil ngais-ngais sampah, ngeliat tukang batu keliling-keliling panas-panasan nyari rumah yang butuh bantuan dia, ngeliat kakek-kakek jualan buah di pinggir jalan pakai sepeda. Duhhh, gilaaa. Saya merasa menjadi orang paling tidak berguna tiap melihat yang seperti itu. Belum lagi tetangga yang putus sekolah, yang orang tuanya menganggur, yang orang tuanya sudah tidak ada. Duhh, gilaaa deh. Tidak usah jauh-jauh tetangga, saudara saya sendiri juga ada yang seperti itu, dan saya tidak bisa bantu. ERGHHHHHHHHHHHHH.

Yang saya inginkan sekarang, ketimbang mencari pacar lantas menikah dan beranak-pinak, saya lebih ingin membuat sesuatu yang tidak hanya dapat menghidupi diri saya sendiri tetapi juga dapat membantu orang-orang di sekitar saya.

Oh ya, walaupun ingin membantu bukan berarti saya akan minjem-minjemin uang lho ya. Lagi pula aang saya juga tidak banyak. Jadi bagi teman-teman yang merasa pernah minjam uang saya, ya hambok dikembalikan. Saya itu sedih lho kalau ada teman yang bilang butuh uang. Saya memberi pinjaman bukan karena uang saya banyak, tapi karena ada perasaan ingin membantu dalam hati saya. Nah bila sudah diberi pinjaman, lalu seiring waktu berjalan kamu yang minjam uang saya sudah bisa hura-hura sana-sini, ya jangan lupa kembalikan uang saya. Saya tidak lupa kepada siapa-siapa saja yang memberi pinjaman, dan berapa besar nominalnya. Saya tidak tagih karena saya sayang teman-teman saya. Tidak ingin membuat teman saya tersinggung karena ditagih-tagih.

Sekarang saya sangat amat ingin menjadi orang yang berguna. Ini tidak klise. Saya tidak mau menjadi orang yang hanya memikirkan diri sendiri. Bekerja memperkaya diri, menikahi perempuan demi kepuasan diri, lalu menghasilkan anak yang akan meneruskan mentalitas ayahnya yang hanya memikirkan diri sendiri. Oh, tentu pilihan hidup untuk bekerja keras mencari uang lalu menikah tidaklah salah. Tentu itu. Tapi bukan itu yang saya inginkan sekarang.

Yang saya inginkan dalam waktu dekat ini adalah sebuah toko dengan lima orang karyawan. Sembari mewujudkannya, saya juga pelan-pelan mencari pasangan, agar nanti ketika keinginan pertama sudah terwujud dan berjalan, saya dapat langsung melanjutkan ke keinginan saya yang selanjutnya. Menikah.

Tulisan ini telah dikunjungi sebanyak 1 kali, 108 diantaranya adalah kunjungan hari ini.