Warung OMK
Duh, dua tulisan terakhir di blog gue bercerita tentang Komkep, organisasi yang baru saja gue geluti. Gue merasa perlu menulis ini sebagai arsip pemikiran gue.
1 Mei 2021.
Gue, Manjaw, Lala, dan Mas Willem bertemu di Imperial Kitchen, Citos, untuk pertama kalinya. Di situ gue menggagas tiga ide:
1) Komkep membuat program reguler yang dapat mengakomodir semua konteks, dengan media Youtube.
2) Komkep membuat kegiatan yang dapat menghasilkan uang secara mandiri agar dalam kegiatannya tidak bergantung uang dari KAJ. Uang tersebut bukan untuk hal duniawi dan sebagai tujuan utama, tetapi setidaknya untuk komkep punya pemasukan untuk sekadar transport, makan, dan bersedekah
3) Komkep membuat akun IG khusus untuk menghimpun UMKM di KAJ.
Dari 3 ide tersebut, akhirnya terbentuk Warung OMK, sesuai ide penamaan dari Mas Willem. Harapannya agar dapat menjadi wadah nongkrong, berdiskusi berbagai macam hal dari berbagai macam kalangan
Ide gue yang mencari uang awalnya ditolak oleh Manjaw karena katanya OMK gak boleh cari uang, eh ternyata bisa-bisa saja setelah didiskusikan dengan Romo Yakin. Mencari uang via Adsense, maksudnya.
Sementara ide gue yg mempromisikan UMKM KAJ akahirnya mentah begitu saja.
Dari diskusi pertama dan kedua, gue melihat ada kesan bahwa setiap ide gue dianggap berlebihan, yang pada akhirnya malah disetujui ketika disampaikan oleh orang lain. Gue pribadi sebetulnya gak masalah ide dibantah, tetapi ketika yang tidak diperbolehkan adalah menyampaikan ide karena dianggap terlalu menggebu-gebu sehingga harus direm, nah itu dia yang gak bisa.
Ide harusnya selalu diperbolehkan! Segila apapun, sekencang apapun.
Yang tidak diperbolehkan adalah reaksi negatif bila ternyata ide ditolak. Apakah gue pernah marah atau ngambek karena ide ditolak? Tentu tidak. Apalagi beberapa ide gue, yang sempet ditolak diawal, malah diaplikasikan
Apa saja contohnya?
1. Yang adsense tadi
2. Bahwa warung OMK harusnya dibuat lebih rutin kuantitasnya. Tapi gue belum menjelaskan detilnya bagaimana, eh sudah ditolak. Dan ternyata malah sekarang inginnya live dan rutin setiap pekan.
Tidak masalah apapun hasilnya, gue pasti dukung 1000%. Namun, sekali lagi, semuanya harus dengan perencanaan matang.
Gue gak sreg dengan model diskusi yang keroyokan dan tidak tertulis. Notulensi memang berbentuk tulisan, tapi itu harusnya bukan hanya berisi hasil rapat. Yang dilakukan oleh teman-teman selama ini hanya sekedar mencatat hasil rapat, namun tidak pernah ada konklusi – kerangka berpikir.
Tidak ada satu hal besar pun di dunia yang tidak diawali dengan perencanaan tertulis.
Tentang keroyokan, 8 tahun lalun ketika masih aktif di OMK Paroki, gue 2 kali bikin acara: baksos dan rekoleksi ke 3 Gua Maria, kesemuanya itu gak pake sistem keroyokan. Setiap divisi cukup meeting internal dan sharing di tim besar. Tim besar hanya sekedar beri masukan, nanti tim kecil yang memutuskan. Delapan tahun lalu.
Kita harus belajar memberi kepercayaan teman untuk ambil keputusan, dan kita belajar untuk menghormati pilihan tersebut. Di satu sisi kita juga belajar untuk berani ambil keputusan dan bertanggung jawab. Bahwa nanti ada kesalahan, ya gapapa. Kita semua pasti membuat kesalahan, dan dari situ kita belajar. Toh nanti semua orang dapet kesempatan mengisi posisi pengambil keputusan dan pelaksana di kegiatan berikutnya, gantian.
Tapi di Warung OMK, semua dibicarakan dalam grup besar. Semua kasih ide, dan keputusan diambil dari suara terbanyak. Ketua bukan jadi leader, pengambil keputusan, dan penanggung jawab. Ketua lebih seperti mediator.
Apakah itu salah? Tentu tidak.
Tidak ada standar baku dalam kegiatan OMK. Namun, gue melihatnya gak efektif. Tidak semua yang dikerjakan ramai-ramai menjadi lebih mudah. Ada kalanya, yang dimaksud kerjakan ramai-ramai, adalah berbagi tugas. Si A mengerjakan X, si B mengerjakan Y, dan seterusnya.
WARUNG OMK
Gue mau sharing Warung OMK ala gue. Gue perlu menuliskan ini, siapa tau suatu saat gue bisa bikin sendiri, dengan nama yang berbeda, namun tujuannya sama: kasih ruang diskusi untuk pelayanan.
Idealnya, ada tim tersendiri sebagai monitoring dan penentu arah berjalannya Warung. Nahkoda kapal. Tentu saja tim PEKAD karena memang ini “gaweannya” tim PEKAD.
Nahkoda juga butuh penasehat, jadi PEKAD akan bekerjasama dengan KURIA.
TIM PEKAD sebagai nahkoda, mereka tidak akan campur tangan banyak terkait detil konten. Percayakan saja pada Tim Kreatif yang akan menggodok konten akan seperti apa, kenapa, dan bagaimana. Siapa yang akan bertanggung jawab? Tentu saja tiap divisi: Ada pelayanan, pewartaan, persekutuan, bahkan kategorial. Mereka otaknya, yang akan diterjemahkan alurnya oleh copywritter.
Lalu tentu saja ada hari H. Komando dipegang oleh siapa? Sutradara. Dia akan memandu host dan narasumber agar menghasilkan tata gerak dan pembicaraan yang enak ditonton. Tentu saja butuh dukungan kameramen dan perlengkapan.
Setelah itu sesi editing dan upload. Dalam proses pelaksanaannya, Warung butuh bantuan dari design grafis dan komsos untuk bikin teaser dan promosi.
PEMBAGIAN TUGAS
Walaupun ini pelayanan, kita tidak boleh mengendurkan idealisme dan logika. Bahwa yang namanya Youtube itu mau tidak mau harus kuantitas di atas kualitas.
Alogratima Youtube mengharus content creator untuk sebanyak-banyaknya bikin konten agar sistem dapat membaca karakteristik jenis penontonnya. Nah untuk itu, Warung harus berbagi tugas agar tidak kewalahan.
Ini Ide gue, gue tulis sederhana saja, coret-coretam menggunakan Canva. Semoga mudeng maksudnya, kalau tidak mudeng, silakan tanya gue langsung.
Lagipula, seperti biasanya, blog ini tidak ada yang baca selain gue. Haha. Emang dibuat untuk dokumentasi pribadi. Jadinya coret-coretan ini terasa wajar bila yang bisa membaca cuma gue. Hahaha
Sukses selalu Warung OMK!
Ingat ya, project yang baik adalah project yang bisa ditulis. Bukan cuma ditulis hasil rapatnya, tapi ide awalnya, kemudian bagaimana proses menuju implementasi ide tersebut. Setelah ditulis, baru didiskusikan.