Spot Favorit
Sebuah meja kecil, dengan tumpukan buku yang kerap terbengkalai tuk dibaca, dan speaker kecil – di bagian bawah – yang tak pernah berhenti melantunkan lagu-lagu favorit.
Di rak bagian atas, selain buku, selalu tersedia minuman. Sebisa mungkin mengandung alkohol walau sedikit. Aku tidak merokok, juga tidak penikmat prostitusi, tapi tenggorokan ini butuh dimanjakan. Kalau tidak kopi, ya wine, atau bir, syukur-syukur JackD.
Tapi yang membuatku betah berlama-lama duduk di kursi berhias kain merah ini adalah laptop biru yang ada di hadapannya.
Laptop inilah yang menjadi saksi bisu bagaimana aku berusaha menuangkan segala yang ada di kepala. Dari coretan di blog tentang keseharian, NF, menulis lepas di beberapa media, sampai beberapa projek yang sedianya aku rampungkan tahun ini. *pret*.
Pada laptop ini pula aku menyimpan beribu-beribu kenangan dalam rupa foto dan tulisan, ada rayuan, juga penyesalan, yang tak kugembar-gemborkan pada khalayak seperti biasanya. Kadang aku juga ingin terkesan misterius seperti kebanyakaan orang.
Terakhir, mungkin suatu saat fotomu akan kutaruh di situ. Mungkin. Tentu aku selalu ingin ada fotomu di situ. Tapi entah dengan dirimu.
Aku tak pernah muluk-muluk menentukan wajah cantik mana yang hendak kupajang dalam bingkai. Cukup perempuan yang dengan sabar menanti segudang harapannya tercapai bersamaku. Bukan perempuan yang sedikit-sedikit berkata harapan palsu, lantas pergi dalam hitungan detik.
Kamu tau, aku tak pernah menjanjikan harapan palsu. Semuanya akan tercapai, asalkan kamu setia menunggu. Aku bukan penjaja harapan instan.
Di dalam kamar, di hadapan laptop biru kesayangan, aku menulis ini sambil mendengar lagu If I Fell – The Beatles.