Segores Pena dari Kota Industri
Penulis: Ares Hutomo.
Aku duduk di ujung bangku kosong itu saat kulihat ponselku berkedip sekali. “Buat tulisan tentang Gresik donk,” sebuah pesan WhatsApp masuk diiringi suatu permintaan klasik. Aku tak pandai menulis dibanding si pengirim whatsapp itu sendiri (yang juga pemilik blog ini), terlebih dia memang sangat concern dengan bidang tulis menulis-menulisnya namun tak apalah sekalian menghibur sahabat jombloku ini yang katanya patah hati sama gadis batak nun jauh disana. Selain itu, gak ada salahnya kalian jalan-jalan sebentar di blog temanku ini, siapa tau kalau cewek nantinya bisa berjodoh sama si empunya blog: Anggara Gita, muda, tinggi, mapan, dan hidup menggereja.
Terakhir, aku yakin kalian juga tertarik membaca ceritaku. Bukan ceritaku, tapi tentang akunya sendiri, betul? Sudahlah tak usah didebat atau senyam senyum sendiri, bulan Februari ini, bulan penuh cinta, apalagi besok valentine. Tidaklah repot untuk mengaduk secangkir kopi, menutup laptop atau memakai kacamata baca dan menidurkan si kecil kalian dulu kemudian membaca tanpa kedip apa yang saya tulis.
Jawa Timur. Provinsi yang cukup asing di usia dewasaku sekarang tapi sangat familiar di usia kecilku dulu. Terus terang, aku yang berdomisili di Jawa Tengah lebih sering melakukan perjalanan ke Barat daripada ke Timur. Alasannya simpel, berkendara di pantura ke arah barat lebih safety daripada ke arah Timur yang tidak terdapat median jalannya. Kalian bisa bayangkan kemampuan driver bus-bus malam di pulau jawa pasti akan keluar dengan maksimal apabila tidak ada median jalan dan di situ pulalah kalian akan merasa kemampuan mengemudi kalian yang sudah diasah bertahun-tahun akan menjadi sia-sia. Aku sangat beruntung dilahirkan di keluarga yang anggota keluarganya tersebar di semua provinsi di pulau jawa jadi paling tidak aku sedikit banyak tau tentang kejamnya jalanan yang sudah termapping dengan baik di kepalaku.
Sewaktu aku menulis ini, aku sangat bingung untuk memulainya. Aku bisa dengan mudah berdeduksi tentang suatu hal atau malah tiba-tiba dengan bodohnya terdiam membisu tak tau apa yang mau dikata. Seorang sahabat pernah menceritakan padaku tentang kerajaan Majapahit, tak perlu kuceritakan apa itu Majapahit kepada kalian, bagaimana ia tinggal di sebuah kota yang dulunya adalah pusat pemerintahan kerajaan terbesar se Asia Tenggara dan bagaimana kota itu mempunyai konsep yang brilian hingga bertahan sampai saat ini. Dari sahabatku itulah aku akhirnya mendapat ide untuk menggoreskannya disini.
Mojokerto, sebuah kota kecil di sebelah barat daya Surabaya di mana dulu kerajaan Majapahit menggerakkan semuanya dari sana. Ada yang cukup menarik dari konsep tata kotanya sendiri, Mojokerto merupakan suatu kota yang dikelilingi oleh sungai besar yang dinamakan sungai Brantas. Kemudian, Istana Trowulan yang menjadi kediaman raja-raja Majapahit berada di semacam bukit yang tinggi. Bayangkan suatu kerajaan besar, terbesar malah, mempunyai pusat pemerintahan dikelilingi oleh sungai seperti pulau kecil yang dilindungi lautan di sekitarnya dan kemudian istana di atas bukit yang mampu melihat semua yang terjadi dibawahnya. Selain sungai brantas, kerajaan Majapahit mempunyai pelabuhan terbesar untuk menyokong perekonomiannya yaitu di Gresik. Gresik sendiri terletak di sebelah barat laut Surabaya dan kira-kira berjarak 60 km dari Mojokerto. Jadi, kalian bisa bayangkan salah satu alasan mengapa Majapahit menjadi kerajaan terbesar dulu??
Andaikan aku mempunyai sepasukan tentara yang loyal atau tangguh seperti film 300, aku akan berpikir seribu kali untuk menaklukkan pusat pemerintahan Majapahit. Aku harus mendaratkan kapalku di pelabuhan terbesar Gresik, kalau beruntung aku bisa menyusuri sungai untuk sampai ke Mojokerto kemudian setelah sampai pun apa yang harus aku lakukan bila istana trowulan di ujung bukit itu sudah melihat kehadiranku? Pasukanku pasti sudah dihujani ribuan panah dari atas sana atau malah maha patih Gajah Mada sudah menghunus pedangnya untuk menghentikanku dalam sekejap.
Gresik di era sekarang ini adalah analogi dari kerajaan majapahit di jaman itu. Gresik adalah sebuah kota kecil yang dikelilingi oleh industri-industri besar. Semacam bundaran HI yang dikelilingi gedung-gedung bertingkatnya atau simpang lima di Semarang dengan banyak bangunan disekitarnya. Petrokimia dan Semen Gresik menjadi 2 top industri disini (apakah ada antara kalian yang tak pernah mendengar kedua-duanya?). Mereka punya sekolah, rumah sakit, dan pemukiman sendiri. Gresik sangat mengandalkan industri-industri pabrik yang mengelilinginya sehingga kota ini menjadi hidup dan berkembang ditambah lagi pembangunan smelter freeport yang masih terus berjalan, tanpa mengkerdilkan bidang usaha yang lain, kota ini memang lebih tepat disebut sebagai kota industri walaupun hal itu berimbas pada panasnya cuaca di kota ini.
Sama dengan Majapahit, rakyatnya dulu sangat tergantung dengan sungai yang mengelilingi wilayahnya karena mereka menggunakannya untuk pertanian dan perkebunan. Pengairan sangatlah penting, hal yang lumrah di jaman itu. Yang menarik lagi, Gresik adalah salah satu tujuan wisata religi paling terkenal di pulau Jawa. Di kota inilah untuk pertama kalinya Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik (Sunan pertama dalam sejarah wali songo) mendarat dan menyebarkan agama Islam hingga wafat dan dimakamkan. Tak lupa pula Pulau Bawean dengan pasir putihnya, pulau kecil nan indah yang terletak di lepas pantai utara Gresik merupakan salah satu destinasi wisata yang tidak mengecewakan.
Ah iya, lalu bagaimana dengan istana Trowulan yang mengawasi Majapahit dari ketinggiannya? Gresik memang tidak mempunyai itu atau setidaknya pusat pemerintahan di tempat yang strategis tetapi menurutku Gresik dengan industrinya sudah membuat ‘musuh-musuhnya’ gentar, dalam hal ini kota-kota lain di Indonesia, bagaimana sebuah kota kecil bisa menjelma menjadi raksasa industri dan bagaimana sebuah era terdahulu dapat dilanjutkan kedigdayaannya di era sekarang ini.
Jadi pertanyaannya… pak Ares ke Mojokerto sama siapa pak?
Hai Mbak.. Hehe.. Kapan ke Jatben lagi?
Wihh fotonya mb septi religius sekali. Udah insap?