Saat itu

Saat itu aku ingin menjadi Superman. Dengan selendang terikat pada leher, aku loncat dari kursi menuju lantai. Dahiku mendarat terlebih dahulu. Dari situlah dahi jenongku berasal.

Saat itu aku ingin sepeda. Karena tak punya uang, Bapak membelinya dengan berhutang. Tak sampai sebulan, sepedaku hilang. Dicuri, kata ibu.

Saat itu Ibu membeli sepatu baru. Karena tak suka, aku tak mau memakainya ke sekolah. Pada jam istirahat, aku tergelincir, kepalaku mengenai sikut salah seorang teman. Darah mengalir, untungnya tak sampai dijahit. Kualat.

Saat itu teman-teman main ke rumah. Ketika pulang, kuberi jeruk masing-masing satu. Ibu bersungut-sungut ketika mengetahui keranjang buahnya sepi.

Saat itu kami berkemah di lapangan dekat rumah. Untuk mengusir gelap, kutaruh lilin di dalam tenda. Jam 11 malam kami pulang ke rumah masing-masing. Tenda hangus terbakar.

Saat itu aku membeli hosti yang belum diberkati. Sepulang sekolah, di halaman rumah, aku baca kalimat per kalimat pada Puji Syukur, berlagak memberkati layaknya seorang Pastor. Duaarr, bunyi geledek terdengar kencang sekali. Sekelebat cahaya kilat, terlihat jelas. Aku terbirit-birit masuk ke dalam rumah. Kapok.

Saat itu aku tak memikirkan apa-apa selain main, main, dan main. Aku tak mau tidur siang, karena ingin main. Aku ingin cepat mendengar bel istirahat, karena ingin main. Dan aku tak pernah suka bimbingan belajar, karena ingin main.

Masih banyak lagi kejadian-kejadian lucu saat itu.

Saat aku masih lucu.

foto kecil

Tulisan ini telah dikunjungi sebanyak 1 kali, 104 diantaranya adalah kunjungan hari ini.