Patah Tumbuh Hilang Berganti
Kira-kira setahun yang lalu Hepi mengenalkan saya ke temannya Dita, namanya AR. Setelah perkenalan itu, hari-hari saya sibuk membayangkan yang tidak-tidak. Baru ketemu sekali padahal, tapi saya sudah langsung membayangkan bagaimana nanti bila kami jadian, akan jalan ke mana, Instagram akan banyak foto-foto berdua, membayangkan akan main ke Yogya kampung halamannya, dan lain sebagainya. Ya intinya saya membayangkan AR itu sudah pasti mau jadi pacar saya. Setiap hari saya kunjungi akun Instagram AR sambil membayangkan akan begini, akan begitu.
Yang lebih gebleknya lagi, saya bisa tiba-tiba merasa cemburu, merasa khawatir, merasa puyeng sendiri manakala ada akun-akun berfoto pria mengomentari foto-foto di IG AR. Karena cemburu, saya jadi membuang-buang waktu mencari tahu siapa aja mereka. Kerja di mana, teman kerja atau teman kuliah, saya cek apakah mereka saling follow, saya cek bebet bibit bobotbta melalui akun sosmed mereka masing-masing. Pokoknya semuanya. Bisa tuh suatu malam saya tidak bisa tidur karena merasa kalah saing dengan salah satu dari mereka. Saya merasa AR akan memilih laki-laki itu ketimbang saya.
Enam bulan berselang, Hepi mengenalkan saya ke temannya yang lain. Tepatnya, temannya Dita. Yang ini bernama CV. Saya bilang jujur ke HEpi bahwa tidak begitu tertarik dengan penampilan CV. Bukannya saya mau sok ganteng, tapi ya namanya juga laki-laki, banyak menggunakan matanya untuk menilai, seperti halnya perempuan banyak menggunakan telinga. Karena tidak begitu sreg dengan penampilannya, jadinya saya tidak mau ketemu, tapi bukan berarti saya tidak membayangkan CV menjadi kekasih saya. Saya sempat merasa CV sudah pasti mau dengan saya.
Saya sudah lihat seluruh foto di IG miliknya, saya baca hampir semua Twitnya, beberapa tulisan di blog-nya, saya juga lihat Linkedn-nya. CV ini kalau dari karakter yang saya lihat di sosial media, harusnya cocok banget sama saya. Dia cerewet – membahas hal-hal yang suka. Waktu zamannya Piala Dunia, dia rutin banget ngomongin bola, bahkan sampai larut malam. Saya membayangkan betapa menyenangkannya punya hobi yang sama dengan pacar.
Dua bulan setelah Hepi mengenalkan saya ke CV, saya dikenalin lagi ke client kantornya. Inisialnya PZ. Orang hotel, tingginya 170cm, kulit coklat, Jawa dan Katolik. Perfect. Karena tahu saya akan menilai fisik, Hepi sempat bersikukuh tidak mau memberi tahu saya akun IG-nya PZ. Happy hanya memberi nomor telepon + menawarkan waktu untuk ketemuan bareng dia, Dita, dan PZ.
Saya selalu menuntut Hepi membuat skenario bagaimana mengenalkan saya dengan cara natural. Biar pertemuannya gak terkesang sedang jodoh-menjodohkan. Si Happy akan bermain peran, belagak mengajak PZ ketemuan untuk ngomongin kerjaan, lalu tiba-tiba saya datang. Natural sekali.
Dengan berbagai rayuan, Hepi akhirnya luluh. Saya dapat IG-nya PZ, yang ternyata saya tidak terlalu sreg dengan penampilannya. Tapi kata Hepi, PZ anaknya kocak, suka becanda. Seharusnya cocok dengan saya. Ya sudah deh, saya kesampingkan dulu ketidaksregkan saya pada penampilan PZ, dengan mencoba cari tahu lebih dalam mengenai PZ sebelum ketemuan. Saya butuh gambaran seperti apa orang yang hendak saya hadapi.
Ealah, maksud hati mau cari tahu karakternya, saya malah menemukan foto pacarnya. Kata si Hepi sih itu foto mantan, tapi beberapa hari yang lalu laki-laki yang saya duga pacarnya ini muncul di IG Story. Saya yakin banget kok itu pacarnya PZ. Di Twitter tertera dengan terang nama dan wajah si cowo, persis dengan yang muncul di IG Story. Di postingan IG PZ memang tidak ada foto laki-laki ini, entah kenapa. Lagi renggang mungkin.
Oh ya, dari Hepi ngenalin saya ke CV sampai dengan detik ini, sebetulnya saya juga sedang dekat dengan teman gereja. Namanya PM. Ya mungkin sebetulnya teman biasa, karena kami hanya sebatas suka chat ngobrol ga jelas. Itu saja. Tapi saya suka dengan penampilannya dan karakternya. Mungkin kami nyambung. Tapi sayangnya dia sudah punya pacar. Saya lumayan sering membayangkan PM menjadi pacar saya, lumayan sering cemburu kalau dia posting foto atau share Story IG sedang malam mingguan dengan pacarnya. Rasanya gak enak banget, cemburu ke seseorang yang bukan milik kita.
Lalu akhir-akhir ini, mungkin sebulan terakhir, saya juga sedang agak rutin chat dengan teman SMP. Dia tiba-tiba menghubungi saya, bertanya pendapat tentang reuni. SMP kami akan mengadakan reuni. Sejak saat itu kami lumayan rutin chat, ya walaupun topiknya membosankan, ngomongin reuni mulu. Zzz. Kami belum pernah bertemu lagi sejak SMP, yang mana sewaktu SMP pun kami tidak begitu dekat. Bahkan mungkin tidak pernah ngobrol.
Sejauh ini saya hanya memandangi foto dia di Instagram. Cantik, Jawa, Katolik, dan pinter. Luar biasa. Saya sering membayangkan kami jadian, tapi kemarin sore saya lihat di IG, dia foto berdekatan dengan laki-laki yang merupakan teman SMP saya. Sepertinya mereka sedang dekat. Ditambah lagi sudah dua hari ini dia tidak membalas chat saya. Fiuh, tiba-tiba merasa pupus sudah harapan saya. Padahal, ketemu saja belum.
Oh ya, tanggal 18 nanti saya punya satu tiket kosong untuk nonton opening ceremony Asian Games. Rencananya saya mau mengajak salah satu dari mereka. Salah satu yang paling besar peluangnya untuk saya jadikan pacar. Namun bisa juga tiba-tiba muncul kandidat lainnya di detik-detik terakhir. Kita tidak pernah tahu rencana Tuhan. Akan selalu ada yang tumbuh mengganti yang patah.
*Foto saya ambil dari https://www.google.co.id/search?q=patah+tumbuh+hilang+berganti&safe=strict&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwj0-KLQi9bcAhVSM30KHbSlBXgQ_AUICigB&biw=1600&bih=767#imgrc=Jj1lL4S-z5YJOM: