Mending Mana: Ares vs Bagas vs Happy
Salah satu hal tersulit di dunia adalah memilih yang terbaik. Demikian halnya juga pada perkara asmara, kita sering dihadapi pada beberapa atau banyak pilihan yang bagus-bagus, lalu kita dipaksa memilih.
Tulisan ini, saya kira, akan sangat bermanfaat bagi perempuan-perempuan yang ingin merasakan indahnya sulit memilih, terlebih bagi kalian yang sedang mencari lelaki bersuku Jawa, dan beragama Katolik. Ketiga pemuda yang saya bahas di sini semuanya Jawa Katolik. Dan sudah bekerja. Oh ya, satu lagi: mereka sebaya. Artinya perbandingannya apple to apple.
Ada satu hal lagi yang membuat mereka “apple to apple“, yaitu nasib pernah ditinggal perempuan. Ares pernah dekat dengan seorang mamah muda, teman saya juga, namun si mamah akhirnya pergi memilih lelaki lain. Lelaki itu sekarang sudah resmi menjabat sebagai suami si mamah. Kisah ini sebelas dua belas dengan nasibnya Bagas, yang beberapa hari lalu baru saja menghadiri pesta perkawinan mantannya. *Sujud salut dari gue, Gas*. Mantannya yang ini bukan sekadar mantan karena cincin tunangan sudah sempat tersemat. Sedangkan Happy lebih parah lagi. Setiap dua bulan sekali dia selalu curhat ke saya: “She is the one, Man. I love her so much.” Tapi tak lama berselang, masuk chat WA dari dia: “Galau nih, ngebir yuk. Ternyata doi milih balikan sama mantannya”.
Saya pikir masalah seperti ini sudah hilang sejak jaman ditemukannya prasasti Telapak Kaki Mulawarman, tapi ternyata oh ternyata, di era digital — yang mana dua dari tiga orang ini mendownload aplikasi Tinder di handphone-nya + bayar pakai kartu kredit agar mendapat fitur Super Like —, masih aja ada perkara ditinggal perempuan. Yasalamm. Kasian ya?
Oke, langsung saja, jadi mana yang lebih baik: Ares atau Bagas atau Happy?
Pertama, tentang Ares. Saya mengenal dia pada tahun 2003, saat SMA. Waktu itu dia belum menjadi manusia. Interaksi pertama kami terjadi pada hari ke dua pekan MOS, saat itu sedang makan siang, Ares menghampiri saya sambil menggigit-gigit sendok. Dengan mata melotot, dia bertanya kepada saya, “jenengku sopo? jenengku sopoo? hohhh hohhh hohhh…” (artinya: namaku siapa? namaku siapa?).
Tapi alhamdulikah kini dia sudah seutuhnya menjadi manusia. Di antara lawan tandingnya pada tulisan ini, Ares adalah yang terpintar dalam hal akademik, saya kira. Cakupan pengetahuannya juga lebih luas. Setidaknya, dibanding Bagas dan Happy, dia pasti terdepan bila diminta menyebutkan 100 nama pemain sepak bola. Ares lulusan Sastra Inggris – Undip, yang artinya, untuk perempuan-perempuan yang ingin punya lelaki yang nyastra banget, dan jago Bahasa Inggris, dia jaminan mutu.
Saat ini Ares bekerja di industri farmasi. Dia pernah bertugas di Manado, pernah di Cirebon juga, dan kini di Jawa Timur. Saya lupa, entah Gresik atau Kediri. Hidup berpindah-pindah domisili bukanlah hal yang mudah, dan di situlah letak keunggulan si Ares: bukan jago kandang. Perihal gaji, industri farmasi sepertinya tidak setinggi pilot ataupun industri tempat Happy bekerja, tapi bukan berarti Ares tidak punya uang. Justru uangnya sangat banyak karena dia tidak tahu gajinya harus digunakan untuk apa. Tidak ada yang bisa dikasih bunga. Tidak ada yang bisa ditraktir makan. Alhasil gajinya hanya mendekam saja di rekening.
Lalu yang ke dua adalah Bagas. Sama seperti Ares, saya pertama kali bertemu dengannya saat SMA, namun bedanya pertemuan pertama kami terjadi ketika tes masuk. Saat itu saya langsung merasa kiamat sudah dekat. Dulu dia belum botak. Rambutnya memang sudah kelihatan tipis, belah tengah, dan pirang akibat sering main panas-panasan. Saat itu semua calon siswa/siswi mengenakan pakaian formal, terkecuali Bagas yang malah mengenakan celana jeans — yang kanan dilipat, yang kiri enggak — dan telanjang dada. Ketika saya tanya kenapa dia berpakaian seperti itu, dia menjawab dengan santai sambil memegang-megang pentilnya yang hitam dongker itu, “suka-suka gue dong“.
Bagi kalian, para perempuan yang mencari lelaki bergaji tinggi (dalam hal ini Bagas unggul dibanding Ares dan Happy), sudah punya rumah (yang ini juga unggul dibanding Ares dan Happy), dan tabungan lebih dari cukup (yang ini juga unggul dibanding Ares dan Happy), serta siap nikah tanpa babibu lagi, langsung saja hubungi dia. Bagas ini tipe-tipe pria yang tak muluk-muluk dalam memilih calon istri. Yang penting siap dimadu saja.
Berhubung tulisan saya tentang Bagas sudah cukup banyak, untuk info lebih lanjut bisa dicari sendiri dengan mengetik namanya sebagai kata kunci di kolom search blog ini.
Selanjutnya adalah Happy, teman saya sejak TK besar. Berbeda dengan Ares dan Bagas yang memang belum menjadi manusia saat pertama kali berkenalan, Happy sudah sedikit lagi menjadi manusia. Bicaranya sudah lebih jelas. Cara dia berpakaian pun lebih menarik dari yang lain. Percayalah, setiap orang yang pertama kali bertatap muka dengannya, pasti langsung terkesima. Langsung berpikir yang positif-positif. Hal yang agak membingungkan dari Happy ini palingan soal hobinya kayang. Tau kayang kan? Itu lho salah satu gerakan dalam senam lantai. Nah, Happy ini sering tiba-tiba kayang tanpa sebab. Bisa di toilet, kadang di jembatan penyebrangan, kadang di trotar. Di mana pun dia mau.
Bila bicara soal fisik, sebagai perbandingan saja, Happy memiliki tinggi 176cm, dengan berat 85kg. Ares tingginya 167cm, dengan berat 95kg. Sementara Bagas 170cm/103kg. Mereka semua kelas ginuk-ginuk. Tapi, soal fisik, ini sudah terkait selera. Hal yang paling tidak perlu diperdebatkan adalah selera. Yang menggemari lelaki padat berisi, bisa pilih Happy. Bagi penggemar cowo chubby, Ares dan Bagas jadi pilihan yang menarik.
Mengenai kemapanan, jangan khawatir. Sekarang ini tiap saya jalan sama Happy, saya sering ditraktir. Dia royal. Bahkan bisa dibilang dermawan. Beberapa kali Happy mengajak jalan perempuan yang sudah jelas-jelas menolaknya. Dia anter-jemput perempuan itu, makan di restoran mahal, kemudian pulangnya dibelikan barang-barang mewah. “Kalau cuma seminggu tiga kali ngeluarin uang untuk bensin keliling Jakarta, makan-makanan bintang lima, dan beli barang-barang mahal, gampang itu mah. Itu aja gaji gue masih sisa,” katanya dengan santun.
Dan akhirnya tiba juga pada bagian akhir tulisan ini. Ares, Bagas, dan Happy punya keunggulan masing-masing, yang tentu dapat kalian korek-korek lebih dalam lagi dengan menghubungi mereka secara langsung. Anggap saja tulisan ini adalah preambule perkenalan kalian. Namun, walaupun punya keunggulannya masing-masing, kelemahan mereka relatif sama, yaitu soal luka asmara. Daftar jumlah perempuan yang menyakiti Ares, Bagas, dan Happy hampir sama banyaknya. Banyak banget.
Jadi, mana yang lebih mending: Ares, Bagas, Atau Happy?
Kalau kalian merasa tidak ada satu pun dari mereka bertiga yang sreg di hati, saya masih bisa berikan satu lagi pilihan sebagai alternatif.
Walau dari segi fisik (183cm/83kg), postur lelaki yang satu ini jauh lebih ideal dari Ares, Happy, maupun Bagas, tapi perbandingan antar mereka masih bisa disebut apple to apple karena toh lelaki yang saya jadikan alternatif ini masih sebayaa, juga Katolik Jawa, dan punya penghasilan mandiri. Pokoknya sama persis. Kalaupun ada yang paling mencolok dari lelaki satu ini dibanding ketiga temannya itu, ya paling-paling soal kemampuannya membuat para perempuan terbang sampai ke surga.
Saya.
Salam kenal, ya.