Memanusiakan Karyawan, Mengkaryawankan Manusia

Saya perlu menulis ini, sesuatu yang saya anggap penting.

Saya suka bergurau, bahkan dapat dikatakan terlalu sering bergurau. Tapi anehnya, tulisan saya lebih banyak menghadirkan nada-nada protes. Nada-nada menggerutu. Kadang terlihat seperti amarah. Anda akan menemukan dua sosok yang berbeda saat bertemu dengan saya tatap muka, dan saat membaca tulisan-tulisan saya. Saya seperti memiliki dua wajah: lisan dan tulisan.

Saya mencaci. Seringkali terdengar kasar. Tapi ada kalanya juga saya ingin menyampaikan gagasan dengan santun, tertib, halus, dan tidak asal-asalan.

Empat tahun lalu, tepatnya 19 Juli 2011, saya marah besar. Saya simpan baik-baik amarah itu di notes facebook, yang sekarang ketika saya coba baca lagi tulisan tersebut, rasanya seperti dejavu. Iya, saya seperti merasakan amarah yang sama, situasi yang sama, namun pada objek yang berbeda.

Anda dapat membaca amarah saya tersebut di sini.

Itu tulisan empat tahun yang lalu. Pilihan kata, tanda baca, dan alur berpikir, yang tertuang dalam tulisan itu tidak jauh berbeda dengan gaya tulisan saya saat ini. Berantakan! Haha.. Tapi yang di notes facebook itu, lebih parah berantakannya.

Well, dari dulu saya suka menulis, dan sampai sekarang, kemampuan saya menulis tidak juga berkembang. Ini yang dinamakan, ketika hobi dan talenta tidak berjalan beriringan. Tapi tidak mengapa. Setidaknya, dengan menulis, saya dapat mengabadikan ketidakabadian diri. Saya dapat mengenang hal yang  pernah saya rasakan bertahun-tahun yang lalu. Dan oleh karena itulah, saya sering meminta teman-teman agar menyumbang tulisannya, kisahnya, karyanya di blog ini.

Tulisan ini telah dikunjungi sebanyak 1 kali, 150 diantaranya adalah kunjungan hari ini.