Melamun

Siapa yang tak ingin: siang bolong tanpa hujan dan angin, saat sedang berjalan kaki tanpa tujuan, lalu tak sengaja menemukan dua tas ransel merk Eager yang bentuknya masih bagus, tergeletak begitu saja di bibir selokan? Siapa yang tak ingin?

Karena kepo, kamu hampiri tas ransel itu, dan membukanya. Uang sebesar 1 milyar ada pada masing-masing tas. Sekarang. kedua tas itu sah milik kamu. Menjadi milik kamu, mulai detik itu.

Siapa yang tak ingin?

Aku, sih, mau. Sangat mau.

Aku menghayal, dengan uang 2 milyar itu aku akan melakukan banyak hal. Pertama, pastinya, akan kulunasi segala hutang dan cicilan. Setelah itu aku akan membeli rumah beserta prabotannya, motor, dan anjing ras untuk dipelihara. Lalu sisanya akan kugunakan untuk biaya pernikahan, kemudian ditabung.

Itu 1 milyar yang pertama. 1 milyar sisanya akan kubagi-bagi rata ke orang-orang terdekat. Bapak, Ibu, Adik, Tante, dan semua sodara yang membutuhkan akan kuberi sesuai keperluan masing-masing. Tak masalah jika mereka membutuhkan 100 juta, 200 juta, atau lebih. Jika ada sisa, akan kuberikan kepada tetangga dan teman-teman yang cita-citanya terkendala biaya. Oh, ya, hampir lupa. Aku akan membawa keluarga besarku ke Yerusalem dan Roma. Misa di sana.

Betapa asyiknya melamun.

Yang membedakan antara khayalan yang lahir dari lamunan, dan khayalan yang lahir dari impian adalah letak kemungkinannya untuk dapat dicapai. Pada lamunan, kita menghayal hal-hal yang tak masuk akal. Atau nyaris tak masuk akal. Muzizat ketika kita dapat mencapainya. Contohnya saja, menemukan 2 tas ransel berisi uang masing-masing 1 milyar. Nyaris mustahil.

Pada impian, segalanya akan dapat dan harus diusahakan. Realistis. Aku bermimpi memiliki rumah megah dan kapal pesiar. Oleh karena itu aku harus bekerja ekstra keras.

Ahh, aku suka melamun. Suka sekali.

Bagaimana dengan kamu? Melamun apa?

 

Tulisan ini telah dikunjungi sebanyak 1 kali, 212 diantaranya adalah kunjungan hari ini.