Lebaran & Pemulung
Tidak ada yang berbeda dari perayaan Lebaran tahun ini. Pagi hari, kira-kira pukul delapan pagi, saya dan keluarga – minus bokap – sudah rapi dan anteng di jalanan depan rumah untuk menyambut para tetangga yang pulang dari Sholat Ied. Ada kebiasaan di komplek tempat saya tinggal, tiap Lebaran kami tumpah ruah di bibir gang, salam-salaman, lalu mampir ke rumah tentangga yang dituakan. Bokap tidak pernah bisa ikut bergabung karena pekerjaan di kantornya mengharuskannya untuk masuk setiap Lebaran.
Setelah kelar berlebaran bareng tetangga, saya lanjut ke rumah saudara-saudara yang muslim. Ketemu mereka hanya dua kali setahun, pas Lebaran dan Natal. Untungnya kami beda agama, coba kalau sama berarti cuma ketemu sekali dalam setahun. Saudara sepupu dari keluarga bokap semuanya sudah menikah dan punya anak, hal sebaliknya yang dari keluarga nyokap. Jam tiga sore, seingat saya, saya sudah dalam perjalan pulang. Kelar lebarannya.
Hal paling mengena di hati yang terjadi hari ini adalah ketika seorang pemulung, lelaki muda, melintas di antara kerumunan salam-salaman saya dengan para tentangga. Dia satu-satunya yang tidak pakai baju bersih bersinar, jauh dari penampilan rapi, memegang karung dan berjalan dengan langkah cepat, berpindah dari satu tempat sampah ke tempat sampah lainnya.
Di mana pun saat ini kamu berada, mas pemulung, Tuhan memberkatimu. Amin.