Kancil Mencuri Ketimun, Waktu Mencuri Temanku
Waktu sekolah dulu, saya paling tidak suka mendengar cerita Kancil Mencuri Ketimun. Saya tidak suka karena si Kancil disebut sebagai anak nakal hanya karena mencuri ketimun, padahal kita tidak pernah diberi tahu alasan apa yang membuat dia sampai mencuri.
Kalau ternyata si Kancil mencuri karena ladang makanan miliknya habis ditebang manusia, sehingga dia kebingungan mesti mencari makanan di mana, masa iya dia disebut sebagai anak nakal? Atau bisa juga ladang makanan miliknya gagal panen sebab serbuan hama atau hujan deras berhari-hari. Masa iya kita tetap tega menyebutnya sebagai anak nakal?
Apa tidak ada satu pun manusia yang sigap memberikan sebagian ketimunnya untuk sesama mahluk hidup yang sedang tertimpa musibah? Apa kita memang kita tidak punya hati?
Kalau pun ada yang pantas kita sebut sebagai anak nakal karena telah mencuri, saya rasa adalah Sang Waktu. Dia telah mencuri wajah lugu dan ekspresi khas bocah berseragam putih biru teman-temanku yang dulu.
Teman-teman yang dulu kompak sepakat mengelus alis bila jawaban A, mengusap bahu untuk jawabab B, menggaruk telinga untuk C, dan dagu untuk D, kini tampil dengan gaya dan laku hidup yang tak saya bayangkan sebelumnya.
Duhai Sang Waktu, fakyuuuu!