JSKG: Dita Bingung Mau Tetap Kerja atau Ngurus Keluarga
Gue mengekspresikan beberapa hal menggunakan Youtube. Ada yang bersepeda sambil ngoceh-ngoceh, gue beri nama Sepeda Pagi atau Sepeda Sore. Ada yang namanya Cerewetin Inter, di situ tentu saja gue membahas tentang Inter. Ada yang mengupload kegiatan Malam Puisi, ada juga yang namanya Jangan Sampai Kayak Gue (JSKG), dan masih ada banyak lagi lainnya. Iya, gue secaper itu memang.
Yang JSKG, di situ gue mengajak teman-teman untuk bercerita tentang salah satu hal buruk dalam hidupnya, dengan harapan jangan sampai dilakukan juga oleh orang lain. Sejauh ini sudah ada beberapa teman yang mau bercerita.
Ternyata gak gampang lho mencari teman yang berkenan membagikan kisah buruk dalam hidupnya. Ternyata tidak banyak teman yang berani kisah jeleknya terumbar. Gue pikir semua orang akan oke-oke aja.
Gue bikin JSKG dengan dasar pikiran bahwa setiap orang pasti ingin sukses, dan untuk sukses kita tidak hanya harus melakukan hal yang tepat, tetapi juga harus menghindari lubang-lubang kehidupan yang dapat membuat kita terjerembab lalu memperlambat bahkan menggagalkan rencana.
Untuk itulah, kita tidak hanya harus harus memberi petuah-petuah baik yang layak ditiru, tetapi juga perlu bercerita hal yang buruk sebagai wejangan agar orang lain tidak terjerumus hal yang sama. Hitungannya sama-sama berbagi pengalaman dan ilmu, cuma beda konteksnya aja.
DITA DAN PILIHAN KARIRNYA
Hari Sabtu kemarin gue dan Dinda ketemuan sama Hepi, Dita, dan Junod. Sudah janjian dari tiga hari sebelumnya. Kami makan di Sate Santri, di daerah Jatibening.
Gokil sih nih tempatnya. Masih relatif baru, gue juga baru pertama kali ke sana, dan menurut gue underrated restaurant di Bekasi. Mantep banget tempat, suasana, dan masakannya. Pengalaman makan Sate Santri gue bahas terpisah di sini atau IG @nf.review.
Nah, kemarin itu sebetulnya gue ga ada rencana bikin video JSKG, rencana awalnya cuma mau ketemuan sama Hepi sambil bikin NF Review, eh ndilalah ketika gue pancing-pancing pertanyaan, si Dita malah bercerita hal yang bisa gue masukin JSKG. Gue sih belum minta izin ke Dita untuk mempublikasikan, nanti deh setelah tulisan ini tayang.
Jadi ceritanya si Dita sedang atau akan memasuki fase kehidupan yang baru, yaitu ingin rehat sejenak dari status sebagai karyawan.
Ada dua alasan yang disampaikan Dita: Pertama, soal kesehatan. Dita sedang hamil, dan menurutnya yang kali ini membuat fisiknya menjadi jauh lebih lemah. Rentan sakit. Yang Kedua, Dita ingin rehat dari segala rutinitas sebagai karyawan agar bisa fokus memperhatikan keluarga dan menggeluti hobinya yang selama ini relatif tidak tersentuh karena sibuk bekerja.
Dita, menurut pengakuannya yang diamini oleh Hepi, adalah seorang workaholic. “Gue kalau udah dikasih tanggung jawab, pasti secara gak sadar akan gue kasih yang terbaik”. Didukung pula lingkungan kerja yang memang membutuhkan karyawan dengan etos kerja super keras, maka jadilah sosok Dita, perempuan muda yang rela menghabiskan harinya di kantor. Berangkat pagi, pulang tengah malam.
Dulu ketika Dita masih bekerja di kantor yang lama, si Hepi beberapa kali cerita ke gue dengan raut wajah gusar karena khawatir si Dita akan lupa waktu untuk keluara. Yang akhirnya membuat Dita memutuskan pindah kantor dengan tujuan mencari jenis pekerjaan yang membuat dia tidak harus bekerja sampai larut malam.
Di kantor yang baru, walau beban kerjanya lebih ringan, si Dita mengaku gak menikmati pekerjaannya. Dia lebih suka pekerjaan yang mobile dan bertemu banyak orang, sementara di pekerjaan yang sekarang dia hanya duduk di belakang meja sambil memeriksa dokumen.
Tapi bukan itu yang membuatnya memutuskan berhenti bekerja, melainkan fisiknya yang tidak memungkinkan untuk bekerja optimal karena sedang hamil, selain itu dia juga mau fokus dulu mengurus keluarga sambil menekuni hobi.
Gue menyebut kata “fokus dulu” karena Dita berulang kali menyiratkan ingin balik bekerja lagi. Ingin tetap berstatus wanita karir. Terlebih dalam waktu dekat dia berencana lanjut S2.
Memang sih ga ada ilmu yang akan terbuang sia-sia, tapi menurut gue, titel S2 yang nanti Dita sandang akan membuatnya terpacu untuk berkarir lagi di korporasi. Membuat Dita akan semakin berambisi mencapai top level, atau bisa juga Dita akan mengambil jalan tengah, dia akan menggeluti jenis bisnis yang lain, yang membuatnya tetap bisa menggapai ambisi sambil menghasilkan uang untuk keluarga.
Iya, biar bagaimana pun juga menghasilkan uang untuk kebutuhan keluarga adalah hal yang tidak bisa dikesampingkan, dan dengan Dita berhenti bekerja, berarti untuk sementara ini Hepi seorang diri menjadi ujung tombak keluarga dari sisi finansial. Tapi gue yakin banget sih dengan kapasitasnya, Dita pasti punya segudang cara.
Oh ya, hal menarik yang gak terbayang oleh gue sebelumnya adalah untuk mengambil keputusan Dita berhenti bekerja, Hepi meminta izin terlebih dahulu ke orang tua Dita, dan sempat mengalami penolakan.
Dita lahir dan dibesarkan oleh orang tua yang keduanya pekerja dan selalu menetapkan standar tinggi ke dia. Bidang apapun yang Dita geluti selalu disertai ekspektasi tinggi, dan bila gak tercapai, orang tua akan kecewa.
Mamanya Dita menganggap bila anaknya tidak lagi bekerja maka image Dita yang sudah sekian lama dibentuk sebagai perempuan panutan keluarga akan sirna. Runtuh. Sia-sia sudah apa yang dirintis sejak dulu.
Gue dalam hati bingung, kenapa mesti minta izi ke Mamanya? Bukannya toh itu sudah jadi hak dan kewajiban mereka sendiri untuk membuat keputusan? Gue gak sempat menyampaikan tanda tanya itu ke mereka karena keburu terjawab ketika Hepi bercerita.
“Iya, Ma, kami ngomong gini ke Mama agar mendapat restu dan izin. Karena kalau Mama kasih restu, pasti jalan kami lebih mudah,” begitu kira-kira isi percakapan antara Hepi dan Mamanya Dita.
Dengan niat yang baik, pemikiran yang matang, tekad yang kuat, dan atas restu orang tua, gue hanya ingin memberi tambahan dengan sebuah kutipan nyanyian mazmur favorit gue.
“Tuhan penjaga dan benteng perkasa, dalam lindungannya aman sentosa”
Santai, aja Men, Dit. Hidup akan baik-baik aja.
Versi video bisa dilihat di