Hari-Hari yang Luar Biasa meski Tanpa Cinta.
Dua bulan belakangan, saya menjalani hari-hari yang luar biasa. Isinya hanya kerja, kerja, dan kerja, tak peduli uang yang dihasilkan tak seberapa. Luar biasa, kan? Iya, memang sih, lagi-lagi tolok ukurnya masih tentang uang soalnya kalau tentang kepuasan batin dan kebanggaan, rasa-rasanya, saya sudah lebih dari cukup. Cukup puas dan cukup bangga. Sekarang tinggal bagaimana saya realistis terhadap kehidupan. Saya butuh banyak uang, dan itu belum saya dapatkan.
Saya harus bisa menghasilkan uang yang lebih banyak agar setidaknya cukup untuk memenuhi hidup yang maunya lebih dari cukup. Saat ini saya bekerja lebih dari 24 jam sehari, lebih dari tujuh hari seminggu, dan tak mengenal tanggal merah. Setiap orderan, saya sikat. Tidur jam tiga pagi, lanjut kerja lagi mulai pukul enam. Tapi dengan jujur saya katakan bahwa uangnya tidak sebanyak jerih payahnya. Yha! Buat apa kerja luar biasa kalau uangnya biasa-biasa aja, kan? Hih!
Well, perlahan tapi pasti, saya akan coba melipat gandakan uang tersebut. Saya hanya butuh waktu. Kalau bisa, saya ingin menghentikan waktu. Bukan untuk istirahat, bukan. Istirahat dibutuhkan hanya untuk yang lemah saja. Saya butuh menghentikan waktu agar bisa menyelesaikan semuanya. Waktu yang tersedia terlalu sedikit saat ini, sedangkan hal-hal yang harus saya kerjakan, harus saya selesaikan segera, terlampau banyak. Hoam.
Saking sedikitnya waktu, saya sampai tak sempat bercinta. Huaaaa, ujung-ujungnya balik ke yang satu ini, ya. Cinta. Boro-boro jatuh cinta, kepikiran saja tidak. Bisa gawat kalau begini terus. Tapi ya mau gimana lagi coba, di tengah kesibukan dan rutinitas saya saat ini, sedikit sekali kemungkinan menambah jumlah kenalan. Lho, memangnya harus dari kenalan baru? Yang lama-lama gimana, masa ga ada yang bisa diajak memadu kasih?
Cinta itu, menurut saya, seharusnya sudah ada sejak semula. Dia hadir jauh sebelum kita bertemu muka dengan si dia. Maksudnya, bila sejak pertama sudah tak ada rasa, sulit untuk mengharapkannya cinta akan tumbuh pada waktu-waktu selanjutnya. Kita tidak jatuh cinta karena dia baik, karena dia cantik, atau karena apapun. Kita jatuh cinta karena memang demikian yang tertulis. Kita sudah jatuh cinta sebelum kita tahu nama. Selanjutnya hanya soal waktu yang akan mempertemukan. Setidaknya, itulah saya, bahwa rejeki dan jodoh sudah ada garisnya masing-masing, tinggal bagaimana kita berusaha mempersingkat waktu temu. Ada yang cepat, ada yang lambat.
“Aku jatuh cinta padamu sebelum kita bertemu,” begitu kira-kira kalimat pendeknya. Saat ini, sejauh ini, belum ketemu. Saya masih menunggu, kejutan-kejutan yang baru.
Selamat pagi, mari beraktifitas lagi. Kerja, kejar, kejar!