Festival Kebahagiaan
Penulis: Seorang karib yang enggan disebutkan namanya.
Beginilah mereka menyambut pagi di suatu planet berwarna biru: bangun pagi, bergegas, dan berjalan searah, seirama, berkejaran dengan jarum arloji masing-masing, penuh ketegangan dan persaingan.
Anak-anak berseragam menuju gedung bernama sekolah dengan wajah muram seperti ternak yang akan dibawa ke pembantaian. Mereka seolah mengejar sesuatu, entah apa yang dikejar, senggol sana-senggol sini, seruduk sana seruduk sini. Begitu berulang kali setiap hari, setiap pagi.
Pagi hari di belahan planet biru yang lain, jauh lebih mengejutkan. Orang-orangnya menunggu mati karena saling memusnahkan atas nama paham-paham. Yah..walaupun begitu masih ada spot-spot amat sangat terbatas di planet ini yang menyambut hari dengan gembira.
Anehnya di semua penjuru planet biru ini berdiri tempat-tempat ibadah yang megah, dari agama A sampai Z pun ada! Semua makhluk di planet ini rajin sekali berdoa, dan beribadah. Dan lebih nyelenehnyalagi mereka memiliki suatu festival tahunan bernama Festival Kebahagiaan.
Suatu festival yang terdengar aneh jika diadakan di tengah makhluk-makhluk seperti robot. Robot bodoh yang selalu mengulang-ngulang dan juga robot pembunuh yang saling memusnahkan. Konon jutaan tahun yang lalu festival ini dibuat sendiri oleh Tuhan,
Planet ini memang planet kesayangan Tuhan. Dulu planet ini diciptakan paling indah, Manusia-manusianya diciptakan paling cantik dan paling ganteng, Hewannya lucu-lucu. Betapa besar kasih Tuhan waktu menciptakan planet ini. Ah, memang planet yang menarik.
Tidak jauh-jauh amat dari planet biru, di kantor pusat dari segala galaksi, Tuhan memantau planet kesayangannya itu. Dari hari ke hari semakin gundah gulana hatinya melihat situasi planet biru. Ia sendiri ingin turun kesana menangani sendiri situasi ini, tapi ia tahu benar jika ia sendiri yang menyelesaiakan,maka makhluk-makhluk di planet biru tidak akan pernah belajar. Mereka tidak akan pernah mengerti untuk apa mereka diciptakan.
Tuhan ingin mencari tahu apa yang terjadi disana, apa yang berubah, apa yang mengendalikan, siapa dalang dari ke”robot”an makhluk-makhluk tercintanya. Ia pun berupaya mengirim salah satu malaikatnya untuk menginvestigasi.
“Min,sini min!,” Tuhan memanggil si Mimin, salah satu malaikat yang tersisa di kantor pusat itu.
Oiya Si Mimin ini adalah malaikat muda yang masih magang, saat malaikat-malaikat keren sudah ditugaskan ke galaksi yang lain, si Mimin ini masih di situ-situ aja. Malaikat Mimin ngaggurnya juga paripurna. Kalo pagi ngepel Kerajaan Allah,,kalo sore ngelap jendela surgawi (halah). Kalo ibarat lomba tolak peluru, dia duduknya dibangku cadangan terus. Tapi diam-diam Tuhan sangat menyukai malaikat Mimin karena kesetiaan kejujuran dan ketulusannya. Entah apa yang ada di benak Tuhan sampai menamainya Mintarjo alias Mimin, padahal malaikat lain namanya m’british mbanget : Michael, Gabriel, Raphael, Lucifer and so on…..
Imin: “Ya,juragan”
Tuhan: “Coba kamu lihat, min, planet biru kesayanganku itu, Dari ke hari terlihat semakin mengerikan.”
Mimin : “Benar, juragan, saya setuju saja pokoknya”
Tuhan: “ Ah, kamu ini. Kamu ga bosen, ya, Min, sepuluh tahun magang terus? saya aja bosen banget liat kamu disini terus ihihi (sambil ngikik)”
Mimin: -_-“ (dalam hati)
Tuhan: “Gini min, hati saya seperti teriris-iris melihat kondisi planet itu min. Saya pokoknya sedih banget.”
Mimin: “Yah gampang juragan, tinggal bakar aja planetnya, trus orang-orangnya disalib. Kelar dah urusan. Salibkan mereka! Salib! Salib! ” (Mimin mengucapkan dengan berapi-api, mimin on fire)
Tuhan :“Huss, sembarangan saja mulutmu! Pantes kamu magang terus, Min!”
( “WTF? Salib? SITU NYINDIR? Akoh kan trauma, -Kata Tuhan dalam hati).
Tuhan : “Begini min, saya mau kasih kamu tugas, saya mau kamu blusukan ke planet biru. Hmm..blusukan ke festival kebahagiaan tepatnya.”
Mimin: “ Apa itu festival kebahagiaan juragan? Kayanya menarik. Ada rumah-rumahan setan ngga? Ada kereta kelinci ga? Ada SPG nya nggak? Ada……..”
Tuhan: “Fokus min,f okuss! (Tuhan memotong ucapan Mimin), saya nyuruh kamu kerja bukan ngelaba. Festival kebahagiaan sebenarnya adalah festival yang dulu saya adakan sendiri. Dulu festival ini saya adakan dengan maksud mereka bertemu satu sama lain, berbagi kebahagiaan murni tanpa ada paham-paham yang merasuki. Dulu saat saya menciptakan mereka, manusia memiliki waktu untuk menjadi bahagia. Mereka memiliki kehendak bebas untuk memutuskan menjadi bahagia. Dulu saya mengajarkan menjadi bahagia, bukan mencari bahagia. Sekarang, festival itu telah berubah ,Min. Sekarang itu menjadi festival yang aneh.”
Mimin: “ Aneh? Maksudnya bagaimana juragan?”
Tuhan: “Yah kamu lihat sendiri saja lah dan itu sekarang tugas kamu untuk mencari tahu. Cuss cyin!”
Mimin: “Baik juragan, dengan senang hati saya akan menjalankan amanah surgawi ini.
Meluncurlah malaikat Mimin ke planet biru, dengan samaran yang agak necis lagi najis. Kaos ketat V neck bertuliskan huruf kapital : ” MIMIN’s ON DUTY.“
Malam itu malaikat Mimin tiba di planet biru, matanya tak henti dimanjakan pemandangan duniawi. Benar kata mereka, planet ini memang menarik, segalanya terlihat gemerlap dan festival kebahagiaan semakiñ méñambah riuh suasaña. Keriaan festival ini seperti topeng rupawan yang berhasil menutupi bopeng yang makin menyebar di seluruh penjuru planet kesayangan juragannya ini.
Mimin berjalan perlahan. Ia sungguh menikmati suasana ini, Memang tidak lebih baik daripada rumah juragañnya, tetapi suasana ini langka dan jarang dialaminya. Lagipula ia butuh waktu untuk beradaptasi dengan segala hingar bingar ini. Kepala Mimin juga tak kalah ramai peñuh tanya.
Mimin memutuskan untuk mencari informasi lebih dalam mengenai festival ini, dan kebetulan ia berpapasan dengan lelaki tua, berpakaian lusuh seperti gelandangan,rambutnya memutih panjang dan kusut, janggutnyapun tampak berbulan-bulan tidak di cukur. Lelaki tua ini berjalan perlahan ke arah Mimin. Sepertinya lelaki tua itu hanya melintas di depan gerbang festival ini dan tidak bermaksud masuk. “Mimin yang kebingunganpun, tiba-tiba menghentikan langkah lelaki tua itu, bersiap untuk bertanya dengan sikap yang diwajar-wajarkan layaknya makhluk di planet ini.
Mimin: “Selamat malam mbah, saya mau tanya, sebenarnya festival kebahagiaan itu diadakan untuk memperingati apa?”
Lelaki tua :“Hahahaha…. Kemana saja kamu, nak? Ini adalah festival paling nge-hits di planet ini.”
Mimin :“Maaf mbah saya memang nggak tahu, saya datang dari jauh dimana kebahagiaan tidak perlu dirayakan semegah ini.”
Lelaki tua: “Hahahaha tinggal di tempat macam apa kau nak? Kau ini pasti tinggal di surga, mana ada orang di planet ini tidak tahu tentang festival terkutuk ini. Hahahha, kau lucu sekali.”
Mimin :“Surga?” tanya Mimin dalam hati sambil senyum-senyum najis,namun tetap meyiratkan kebanggaan.
Lelaki tua: “Ini adalah festival dimana setiap orang mengukur kebahagiaan. Ini adalah tempat dimana kebahagiaan diukurkan. Jika kau tidak sama dengan ukuran itu,berarti kau masuk ke dalam kelas-tidak-bahagia. Kau tahu nak? dari tahun ke tahun ukuran itu selalu berubah. Hahhahaha, mereka memang makin gila.”
Mimin: “Saya ngga ngerti maksud embah, saya masih bingung, apa….
Lelaki tua: “Ah sudahlah kamu memang banyak nggak ngertinya, lelaki tua itu memotong kata-kata Mimin dengan sedikit kesal. Masuklah sendiri kesana nak,dan kau akan menemui banyak kios yang menjual berbagai pernik kebahagiaan, semakin banyak kau memiliki hal dari setiap kios, maka kau akan masuk ke kelas-bahagia.
Memang makhluk-makhluk ini sudah gila, aku berada diantara orang gila. Hahhaha…” Lelaki tua itu tertawa keras sekali, sambil berlalu meninggalkan Mimin.
Belum habis kebingungan Mimin, namun ia terus berjalan menuju gerbang festival ini. Ia masuk ke dalam, dan benar saja ternyata festival itu dipenuhi banyak kios. Ia berjalan memutari setiap blok jajaran kios di gelanggang tempat festival ini diadakan.Tiap kios dijaga oleh beberapa penjaga kios yang bertugas melayani dan menjelaskan pengunjung yang datang ke kiosnya.
Mimin berjalan pelan menuju kios pertama yang suasananya cukup ramai yaitu kios “Cinta”. Di depan kios ini ia melihat beberapa perempuan menangis, dan ada beberapa pria yang terlihat murung. Hatinya bertanya-tanya, apa yang ada di kios ini. Kios ini dijaga oleh seorang perempuan muda molek dan body-nya yahud. Penjaga kios ini menghampiri Mimin, sepertinya ia melihat gelagat Mimin yang berjalan mondar-mandir nggak karuan.
Penjaga kios: “Selamat malam mas, ada yang bisa saya bantu?”
Mimin: “Malam mbak, kalau boleh tau ini kios apa ya? Ehh, saya tahu ini kios cinta, tapi apa yang ada di kios ini?”
Penjaga kios: “ Oh, masa mas nggak tahu sih? Ini adalah salah satu parameter kebahagiaan di planet biru ini, mas harus memiliki cinta berbalas jika ingin disebut bahagia”
Mimin: “Apa? Cinta berbalas?”
Penjaga kios: “ Ya tentu saja, seperti yang kita tahu di planet ini. Kita hanya akan bahagia jika cinta kita disambut oleh yang lain. Oh, apakah mas melihat perempuan dan lelaki yang semuanya berwajah muram didepan tadi?”
Mimin: “Ya saya melihat mereka.”
Penjaga Kios: “Nah, mereka itu adalah orang-orang yang tak berbalas cintanya, yang ditinggal kekasihnya, yang dikhianati kekasihnya, dan masih banyak lagi.”
Mimin: “ Jadi kalau saya mencintai seseorang, tetapi cinta saya tidak dibalas berarti saya tidak bahagia ya?”
Penjaga Kios: “Ya tentu saja, cinta seharusnya saling menguntungkan satu sama lain bukan? Jika saya mencintai orang, tapi orang itu menolak cinta saya, untuk apa saya mencintai?”
Mimin: “Jadi bagi orang-orang di planet ini, cinta hanya seperti jual beli ya? Jika satu tak memberikan keuntungan maka yang lain kesakitan, mengutuki, dan merasa rugi. Lalu apa bedanya kalian dengan penjual-penjual di pasar?
Penjaga kios: “Hey jangan naif begitu dong mas. Kita semua kan mencoba realistis, bagaimana mungkin kita hidup tanpa dicintai. Kalau tidak dicintai ya kami pergi mencari cinta yang lain dong”
Mimin: “ Jadi kalian menjadi bahagia tergantung pada objek kebahagiaan kalian ya? Jika objek ini hilang, tidak ada, atau pergi, maka kebahagiaan kalian juga akan menguap begitu saja?”
Penjaga kios itu mulai sebal dengan pertanyaan-pertanyaan Mimin yang terlalu jujur, dan dengan muka masam, ia meninggalkan Mimin sendiri termenung dikelilingi banyak tanda tanya.
Mimin mulai berbicara dalam hatinya,
“Betapa menderitanya makhluk didunia ini, semua kebahagiaan hanya diukur atas untung rugi kesenangan dirinya sendiri.
Aku mulai sangsi, apa yang mereka sebut cinta tak ubahnya hanyalah rasa ingin memiliki yang begitu menggebu, possession.
Ya, possession, manusia ini menjadi tidak bahagia karena rasa ingin memiliki yang begitu besar pada suatu hal.
Ah keterikatan akan kesenangan semu memang selalu menjadi sumber penderitaan dimanapun.
Padahal Juragan menciptakan mereka dengan cinta, Juragan menanamkan cinta dalam hati mereka masing-masing agar mampu mencintai satu sama lain, dan berbagi cinta pada sesamanya. Jika dunia hanya diisi oleh orang-orang yang hanya mau dicintai, maka bumi ini hanya akan menjadi buminya pengemis.
Mereka hanya terlalu khawatir tentang kebahagiaan mereka sendiri, Mereka takut kebahagiaannya tak terjamin, padahal kebahagiaan adalah keputusan, bukan situasi yang dicari. Kebahagiaan disediakan melimpah dalam hati manusia, karena hakikat manusia adalah bahagia.
Kemalangan atau kesenangan hanyalah ’gimmick‘nya hidup agar manusia menjadi semakin tanggùh. Manusia bisa memutuskan menjadi bahagia,di atas segala situasi itu. Tidak ada manusia yang terus menerus malang, atau terus menerus senang. Senang atau malang akan datang silih berganti seperti musim datang ke bumi setiap tahun.
Kebahagiaan bukanlah kesenangan yang datang terus menerus, tetapi kebahagiaan adalah ketika manusia mampu melihat kesenangan dan kesedihan dengan kondisi batin yang sama.
Jika manusia memutuskan menjadi bahagia, maka saat itu juga ia menjadi bahagia, meskipun ia mungkin adalah orang termalang di seluruh jagad raya.
Dan mengenai takut tidak dicintai, Juragan pernah bilang, bukankah setiap manusia menjadi sangat ‘loveable‘ karena mereka mencintai sesamanya tulus tanpa mengharapkan balasan?
Yah aku sudah tahu sekarang”
Mimin teringat penggalan lagu kesayangan juragannya, berjudul Imagine yang dulu sering dinyanyikan oleh mister Lennon di beranda rumah Juragan. Mantan tamu rumah juragannya, si kurus ramah dan pandai memainkan alat musik itu kini sudah pindah ke dunia baru entah di galaksi yang mana.
Imagine no possessions
I wonder if you try
No need for greed or hunger
A brotherhood of man
Sharing all the world
Imagine all the people
Mimin melangkah keluar dari gelanggang tempat festival itu diadakan, sepertinya ia tidak perlu berada disana lebih lama lagi. Ya, malaikat Mimin telah menemukan jawabannya.
Dari rumahnya, Tuhan diam-diam mengawasi malaikat Mimin. Sambil tersenyum Tuhan berkata dalam hati” Kamu belajar dengan cepat, Min. Kamu sudah siap.“
-End-
foto diambil dari sini
5 Februari 2015