Etika Bisnis Pedagang Balon

“Atas nama keselamatan, mobil harus dilengkapi airbag. Namun, bila mobil dipasang airbag, harganya akan menjulang dan tidak terjangkau. Bila demikian, besar kemungkinan industri mobil akan terganggu, dan ujung-ujungnya berdampak pada ekonomi masyarakat.”

Saya ingat betul, sekitar enam tahun yang lalu, saat masih kuliah, dosen Etika Bisnis memberikan pengantar itu kepada kami di kelas, sebelum akhirnya melontarkan pertanyaan, “Kalau kamu jadi pemerintah, dan kamu harus membuat keputusan, apa yang kamu pilih, mobil dengan airbag atau tidak? Dan apa alasannya?”

Saya juga masih ingat betul, jawaban saya saat itu adalah mobil dengan airbag. Biarlah mobil jadi barang mahal yang langka beredar di jalanan ibu kota. Tipikal buah pikir anak muda yang masih naif. Tapi kalau saat ini saya disodorkan pertanyaan itu, saya malah tidak bisa menjawabnya. Bingung. Masih ada sedikit idealisme yang tertinggal dalam diri, namun banyak bercampur dengan kebutuhan duniawi.

Karena saya pedagang, barang tentu, tidaklah jarang bersentuhan langsung dengan praktik-praktik dagang yang tak beretika. Berhadapan langsung dengan itu. Jangan mengira dagangan saya beromzet jutaan apalagi milyar. Saya hanya pedagang balon yang harganya ribuan rupiah. Entah logika ini keliru atau tidak: Yang recehan saja, banyak yang melanggar etika, apalagi yang nilai dagangnya milyaran bahkan triliyunan, ya? Atau malah sebaliknya, justru karena dagangan ini hanya memutar uang receh?

Kalau teman-teman membuka Instagram atau mungkin bisa dicoba di google, kemudian mengetik: #balonhelium #balongas dan sejenisnya, maka akan bermunculan banyak sekali pedagang balon. Mungkin ada dagangan saya salah satunya (Nella Fantasia @nf.nellafantasia). Balon yang kami (pedagang balon yang ditemukan via pencarian tersebut) jual adalah balon-balon yang bisa terbang. Penjual balon terbang ini. sering juga terlihat di pinggir jalan, menggunakan sepeda. Nah kami ini versi online-nya saja.

Mereka, pedagang balon online ini, banyak yang menamakan atau menyebut balon dagangan mereka sebagai balon helium. Ada yang tau helium itu apa? Helium adalah jenis gas yang lebih ringan dari masa jenis udara di bumi, sehingga dapat menaikkan balon. Helium ini merupakan gas kedua teringan setelah Hidrogen. Untuk menaikkan balon, dibutuhkan gas yang ringan. Selain Hidrogen, dan Helium, mungkin masih ada lagi jenis gas yang dapat menaikkan balon, tapi saya kurang tahu. Mungkin teman-teman bisa bantu menjawab?

Lalu kenapa balon yang bisa terbang itu dinamakan balon helium, bukan balon hidrogen? Jawabannya adalah, karena helium memiliki sifat tidak mudah terbakar, berbeda dengan hidrogen yang mudah meledak, atau mungkin juga gas-gas lainnya. Jadi, helium ini adalah gas yang paling tepat untuk diisi ke dalam balon, apabila balon tersebut nantinya akan dipergunakan untuk bermain.

Yang kemudian jadi persoalan adalah, harga helium yang luar biasa mahalnya. Teman-teman bisa cari tahu sendiri betapa mahalnya gas helium, walaupun sebetulnya, semahal-mahalnya helium, tentu tetap saja bisa dibeli. Tapi itu artinya harga balon akan membengkak.

Saya menjual balon gas dengan harga Rp8000 per balon. Saya tidak mengisinya dengan helium. Kalau saya mengisinya dengan helium, harganya tidak mungkin bisa segitu. Percayalah. Kalau ada pedangan balon yang menjual dengan harga kisaran harga saya, lalu mengaku-ngaku atau menyebut barang dangannya sebagai balon helium, saya sangat ragu itu benar-benar diisi dengan helium. Sangat amat ragu.

Saya yakin banyak dari mereka yang tahu akan hal ini, apalagi mereka yang pedagang online. Sudah melek internet gitu lho. Tapi kenapa tetap menyebut balon helium? Ada beberapa menurut saya.

1. Pembeli yang terlanjur memahami balon terbang sebagai balon helium.

Iya, sama halnya saat kita membeli air mineral dengan menyebutnya sebagai Aqua. Banyak pembeli yang menyebut balon terbang sebagai balon helium. Tapi, saya kira, itu tidak bisa dijadikan alasan bagi pedagang balon untuk terus-terusan menyebut balonnya sebagai balon helium. Saat menjual, saya mengedukasi pelanggan saya dengan menjelaskan, apa bedanya helium dan bukan helium. Bukan untuk cari muka, tapi untuk memastikan si pelanggan tidak berdekat-dekatan dengan api saat menggunakan balon tersebut. Ada lho pelanggan yang menjadi ragu untuk membeli setelah saya jelaskan ini.

2. Hastag #balonhelium di mesin pencarian.

Karena orang-orang menganggap balon terbang itu sebagai balon helium, jadi mereka pun akan menggunakan kata kunci itu ketika mencari. Kami para pedangan balon, mau tidak mau, ya menggunakan #balonhelium untuk memasarkan dagangan kami. Begitu juga dengan saya. Akan tetapi, dari saya, itu hanya untuk mengarahkan orang agar melirik dagangan saya. Setelah itu, saya tetap menjelaskan perbedaan helium dengan bukan.

3. Supaya laku dan untung.

Bukan bermaksud suudzon, tapi memang ini salah satu faktor penyebabnya. Mereka pasti tau kalau pakai helium, harganya akan jadi mahal sekali, walau aman. Alhasil, gas lain menjadi alternatif, dan konsumen tidak perlu tau bedanya. Yang penting terbang. Yang penting laku.

4. Tidak tahu apa itu helium

Saya harus memaklumi ini ketika yang menjual adalah pedangang-pedagang balon yang menggunakan sepeda di pinggir jalan. Yang kami jual sama persis. Bedanya, mereka menjual dengan harga rata-rata Rp5000 per balon. Tidak beda jauh dengan yang dijual oleh pedagang online. Ya tentu kalian bisa tebak sendiri, kenapa saya memaklumi pedagang balon yang menggunakan sepeda.

Sebetulnya bisa juga sih, balon terbang dijual dengan harga sekitar Rp8000 seperti milik saya, tapi tetap diisi pakai gas helium. Kan mungkin saja ada orang yang sedang beramal atau kebanyakan uang. Beramal dengan kedok berdagang. Mantap!

Nah, sekarang, kalau kalian ada di posisi pedagang balon, lebih milih pakai helium tapi harganya akan mahal dan jarang yang membeli, atau menggunakan gas bukan helium tapi mengaku-ngaku helium?

Kalau yang saya lakukan saat ini, ya jujur saja, tidak pakai helium. Saya tetap menggunakan #balonhelium di dunia maya untuk mengarahkan mata pembeli ke dagangan saya, namun saya tidak menamakan balon saya sebagai balon helium. Saya menyebutnya sebagai balon gas. Ini bukan penipuan. Ini gimmick marketing. Dan, tidak hanya itu, saya juga mengedukasi pelanggan saya bahwa balon yang (hendak) dibelinya itu bukan berisi helium. Apa itu helium dan bedanya dengan yang lain, juga saya jelaskan walau kadang masih sering lupa menjelaskan kepada mereka karena transaksi berjalan begitu cepat.

Ribet, kan? Ini baru pedagang balon, lho, ya.

 

*Tulisan ini juga saya bagikan di Kompasiana http://www.kompasiana.com/anggaragita/etika-bisnis-pedagang-balon_56d70be151937335186a2c47

Tulisan ini telah dikunjungi sebanyak 1 kali, 327 diantaranya adalah kunjungan hari ini.