Dua Botol Susu

Hiduplah seorang pemuda yang tidak hanya sukses kariernya, tapi juga punya jalinan asmara yang oke oce. Pacarnya cantik, baik, pintar, seagama, sesuku, dan mendapat restu orang tua. Pokoknya joss. Oh ya, kehidupan rohani pemuda ini juga baik. Dia rajin ke gereja, rajin ikut misa lingkungan maupun Rosario. Pokoknya siapa pun yang melihat pemuda ini pastilah berdecak kagum.

Hingga suatu saat perusahaan tempat dia bekerja bangkrut. Dia kena PHK. Tabungan masih ada sih, rumah, mobil, dan motor pun masih ada, tapi mentalnya remuk berkeping-keping. Di saat lagi down seperti ini, ndilalah pacarnya ketahuan berselingkuh. Pemuda ini terlalu sibuk bekerja rupanya, hingga perhatiannya ke sang pacar kian berkurang, begitu kira-kira alibi sang pacar. Makin hancurlah dia.

Para tetangga mencium gelagat tidak baik. Si pemuda mulai jarang terlihat bergaul, padahal biasanya cukup rutin nongkrong di pos ronda tiap ada hari libur. Di Gereja dan perkumpulan-perkumpulan lainnya pun dia tidak pernah muncul lagi. Dua bulan pertama sungguh berat. Tak ada lagi senyum dan sapa yang biasa ia hadirkan tiap kali papasan dengan orang-orang yang ia temui. Tapi, untungnya, ia tidak lupa-lupa amat pada Tuhan. Dia masih rajin berdoa, di kamarnya.

Di bulan ke empat, hidupnya mulai membaik. Mentalnya kembali tumbuh. Ia mendapat pekerjaan lagi, bahkan levelnya lebih tinggi satu tingkat: General Manager. Rasa syukurnya pada Tuhan makin berlipat-lipat karena di bulan ke lima dia kembali punya pacar. Cantik sudah pasti. Pintar, baik, sesuku, seagama, dan yang lebih penting lagi setia. Mantablah.

Namun, jalan hidup orang tidak ada yang tahu. Belum ada setahun kisah asmara mereka, sang pacar meninggal dunia. Mentalnya kembali down. Untuk melupakan kesedihannya, dia menenggak minuman alkohol tiap malam. Keadaan tentu saja menjadi lebih parah, karena fisiknya jadi terganggu. Dia mudah sakit, sering terlambat datang ke kantor, dan sulit fokus. Tak lama kemudian, dia dipecat.

Yang kali ini dampaknya jauh lebih besar. Dia bukan  hanya jarang ke gereja, tapi juga sudah mulai melupakan Tuhan. Dia tidak mau lagi berdoa. Dia merasa Tuhan tidak sayang sama dia. Mulai muncul perasaan bahwa Tuhan tidak ada. Selama setahun lebih hidupnya luntang lantung. Tabungan habis. Mobil dijual.

Pada suatu malam, saat sedang duduk-duduk di teras rumah sambil menghisap rokok, ia memandang langit kemudian menantang, “Saya kasih Tuhan  kesempatan sekali lagi. Buktikan bahwa Tuhan masih mencintai saya.” Malam itu, di dalam tidurnya, dia mendengar perintah, “Besok pagi kamu ke Indomart depan komplek.”

Benar saja, begitu bangun dia langsung menuju Indomart. Sesampainya di sana, dia kebingungan mau apa. Dia pejamkan mata, mencoba mengingat-mengingat lagi apa yang ia dengar di dalam mimpi. Tak sampai 10 menit, dia menuju rak minuman untuk membeli dua botol susu. Selesai membayar, dia keluar dari Indomart dan kemudian memejamkan matanya lagi. Kali ini, menurutnya, dia mendapat perintah untuk pergi ke jembatan sungai tidak jauh dari situ. Bergegas dia menyetop angkutan umum yang mengarah ke sana.

Sesampainya di jembatan, tanpa disadari kakinya membawanya ke arah sungai. Butuh 15 menit untuk benar-benar sampai ke bibir sungai, karena harus mencari pijakan yang tidak licin dan becek. Di sana ia mendengar suara tangis anak kecil. Karena penasaran, dia mendekati arah suara itu. Ternyata di dekat situ, tepat di bawah jembatan, hidupalah keluarga pemulung.

Tepat di hadapannya ada seorang Ibu yang menggendong anaknya yang menangis sejak semalam. Anak itu kelaparan, sementara suaminya sudah dua hari ini tidak mendapat uang sama sekali. Tanpa berpikir panjang, diberikanlah dua botol susu yang ia beli pagi itu ke mereka. Si Ibu dan suaminya begitu berterima kasih padanya. “Saya semalam berdoa, memohon ke Tuhan, berharap keajaiban. Tuhan sangat baik pada saya, ” kata sang suami.

Kemudian pulanglah pemuda itu ke rumahnya. Selama perjalanan dia  mencoba menerka-nerka apa yang sebetulnya terjadi pagi itu. Dia kebingungan. Sampai akhirnya dia menyadari bahwa Tuhan begitu mencintai dia, dengan memilihnya menjadi saluran berkat bagi orang lain. Cinta Tuhan tidak sebatas rezeki untuk diri sendiri. Bahwa limpahan rezeki Tuhan selalu hadir melalui orang lain, maka sebaliknya dirinya pun harus menjadi saluran reeki bagi orang lain.

——–

*Saya tuliskan ulang khotbah yang saya dengar di Gereja Santa – Blok Q, pada hari Minggu yang saya lupa tanggal tepatnya, di tahun 2016.

Saya akan coba tuliskan kembali di blog tiap-tiap khotbah yang saya dengar di Gereja. Semoga bisa rutin menuliskannya tiap Minggu. Oh ya, tentu tulisan saya tidak akan persis 100% dengan isi khotbah karena saya masih sering bengong. Tidak fokus mendengar. Hehe. Jadi mohon maaf atas segala penyesuaian yang muncul.

Saya buatkan lapak khusus untuk kumpulan khotbah ini, dengan judul “Renung”.

Tulisan ini telah dikunjungi sebanyak 1 kali, 165 diantaranya adalah kunjungan hari ini.