Christian Eriksen

Bursa transfer musim dingin resmi ditutup tanggal 31 Januari yang lalu, dan Inter akhirnya berhasil mendatangkan pemain nomor 10.

Di sepakbola dikenal isitilah nomor punggung yang diidentikkan dengan gaya bermain. Nomor 9, misalnya, adalah penyerang murni. Kemudian nomor 1 identik dengan kiper, atau nomor 7 adalah pemain sayap. Sementara nomor 10 identik dengan pemain yang punya olah bola yang bagus,  visi dan skil yang mumpuni, aerta bermain di belakang striker.

Dalam hal ini adalah Cristian Eriksen, yang walaupun aslinya di Inter ia mengenakan nomor punggung 24 dan di Tottenham nomor 23. Terkahir kali Inter punya pemain nomor 10 kelas wahid adalah ketika menyabet treble winners tahun 2010, dalam diri Wesley Sneijder. Oleh karenanya gak heran, kedatangan Eriksen disambut dengan luar biasa. Seperti mimpi yang jadi nyata.

Eriksen langsung melakoni debutnya, vs Fiorentina, hanya berselang beberapa hari setelah menadatangani kontrak. Eriksen masuk sebagai pemain pengganti, dan langsung menciptakan sebuah assist kepada Lautaro Martinez. Sayangnya dianulir wasit karena offside. Tiga hari kemudian Eriksen kembali bermain, kali ini sejak menit awal, ketika Inter bertandang ke kandang Udinese. Sayangnya Eriksen tampil buruk. Dia seperti kebingungan dan lamban. Jauh dari gegap gempita kedatangannya.

Eriksen butuh waktu untuk adaptasi? Tentu saja. Tapi yang perlu diingat, ini pertengahan musim. Berbeda dengan pembelian pemain di awal musim, yang punya ruang dan waktu panjang untuk persiapan. Pembelian pemain di jendela transfer musim dingin  biasanya adalah pembelian pemain siap pakai atau pemain yang diproyeksikan untuk musim depannya sekalian alias hanya tanda tangan kontrak saja tetapi si pemain tetap bermain di klub lamanya, seperti halnya Juve membeli Kulusevski.

Membeli pemain yang siap pakai artinya karakter si pemain harus sesuai dengan kebutuhan tim dan punya pengalaman. Apakah Eriksen dirasa memenuhi syarat tersebut tersebut? Sayangnya enggak.

Inter selama ini bermain dengan formasi 3-5-2. Artinya di lini tengah terdapat 3 gelandang, yang terdiri dari 2 Mezzala dan 1 deep lying playmaker. Eriksen tidak terbiasa bermain di ketiga posisi tersebut. Lebih parah lagi, Eriksen belum pernah bermain di Liga Italia sebelumnya. Ini berarti Eriksen mesti beradaptasi pada 2 hal, posisi bermain yang baru dan karakter liga yang baru. Alhasil untuk mempercepat proses adaptasi, Inter malah yang ikut-ikutan mengubah gaya bermain menjadi 3-4-1-2 sewaktu lawan Udinese untuk menyesuaikan gaya bermain Eriksen, e hasilnya nihil.

Musim ini Inter mendatangkan 3 pemain asal liga Inggris. Yang pertama Lukaku. Dia dateng di musim panas, sehingga punya persiapan panjang untuk adaptasi dan gaya bermainnya pun tidak berubah. Gak heran Lukaku begitu moncer di musim pertamanya ini.

Inter juga mendatangkan Young dan Moses, berbarengan dengan Eriksen. Akan tetapi Young dan Moses langsung klop karena dimainkan di posisi yang biasa mereka perankan di klub sebelumnya. Nah, Eriksen ini yang patut kita tunggu. Apakah Conte hendak merubah cara bermain Inter untuk menyesuaikan Eriksen, atau Eriksen yang bisa cepat menyesuaikan?

Kebetulan pekan depan ada derby. Sneijder debut di Inter juga pas derby dan langsung moncer. Ini ujian untuk Eriksen menunjukan kebintangannya.

image diambil dari sini

Tulisan ini telah dikunjungi sebanyak 1 kali, 83 diantaranya adalah kunjungan hari ini.