Belum Saatnya

Masih gara-gara Vlog kemarin, lebih tepatnya gara-gara saran Happy dan Iwan, yang mana menurut mereka gue harus segera mencoba kembali jalan dengan (banyak) perempuan, mengenal satu per satu, untuk kemudian berpacaran, karena kalau terus-terusan menghindari siklus tersebut, mau sampai kapan gue jomblo.

Terakhir kali gue menjalin hubungan sama perempuan adalah April 2015, yang artinya sudah 3 tahun lebih gue gak terjerumus dalam drama-drama tidak jelas. Sejak itu gue dengan penuh keyakinan merasa lebih baik fokus menata hidup gue, ketimbang kejar-mengejar cinta yang overrated. Iya, cinta itu overrated, man!

Gue hitungannya terlambat sadar. Entah kenapa dulu gue hobi banget membuang-buang waktu untuk mengenal perempuan, menjalin hubungan asmara, hanya untuk saling mengecewakan. Gue gak mau gitu lagi. Lebih baik melakukan hal yang gue suka.

Ibarat rumah, sekarang ini gue lagi menata tiap-tiap sudut, mulai dari kamar mandi, ruang tamu, ruang makan, teras, pager, sampai dapur, agar kelak bila ada yang ingin tinggal di rumah gue, dia akan nyaman-senyaman-nyamannya. Yang paling utama sebetulnya hati sih, gue sepertinya agak trauma menjalin hubungan. Entah gimana cara menata agar bergairah lagi. Gue kehilangan gairah mengenal perempuan. Tapi itu gak terlalu penting sih. Yang paling penting adalah pekerjaan. Andai saja saat ini gue masih kerja kantoran, mungkin gue udah gak tinggal sama orang tua. Lah ini sekarang, usia 30 masih tinggal sama orang tua. Aneh Banget. Ya walaupun di lain sisi, kabar baiknya, gue sekarang bisa memperkerjakan 2 pegawai plus sewa tahunan toko. Intinya, hati dan pekerjaan adalah hal yang paling jadi fokus gue saat ini.

Pada hati, gue fokus untuk tidak mau mengenal perempuan lebih dalam. Gue bahkan menghindari ngobrol atau ketemu intens. Daripada muncul benih-benih tidak jelas yang akan mengganggu konsentrasi. Sebaliknya pada pekerjaan, gue akan fokus 200%. Semua waktu dan tenaga gue cuma untuk bekerja.

Nah, sepekan ini gue terlena. Gue merasa seperti lahir kembali. Jalan dengan perempuan, ketemu intens, ngobrol lewat telepon, yang mana memang sih hidup gue jadi lebih bergairah, tapi gue harus segera menghentikannya. Gue gak mau berharap. Gue males kecewa lagi. Lebih tepatnya, gue merasa ini belum waktunya.

Kalau Hepi dan Iwan mendengar cerita gue, pasti mereka ngakak. Mereka pasti akan bilang, “ya kan gak semua hubungan mesti berhasil, gak semua perempuan yang gue dekati harus berakhir dengan pacaran.”

Ya benar sih. Tapi kan, kalau udah tau tidak cocok, kenapa mesti dicoba? Kalau sudah tau cocok, kenapa pakai bertele-tele? Gue udah bukan manusia 21-27 tahun lagi yang punya waktu dan tenaga untuk berstatus: jalanin aja dulu. Gue pingin vini vidi vici.

Dan yang saat ini gue rasakan sepertinya jauh panggang dari api. Mumpung belum terlambat, gue akan mundur. Dari pada gue kecewa, trus jadi kepikiran, trus jadi mengganggu fokus bekerja.

Tulisan ini telah dikunjungi sebanyak 1 kali, 147 diantaranya adalah kunjungan hari ini.